ASSUMSI “GOING CONCERN” DAN CONSERVATISM
Thursday, January 8, 2009
akuntansi,
Edukasi,
going concern,
konservatisme,
manajemen,
tugas kuliah
Edit
Asumsi yang pertama berarti bahwa asset dinilai dengan asumsi bahwa perusahaan akan terus berlangsung pada periode yang tidak terbatas; oleh karena itu, the values taken are not the value which the assets or liabilities will fetch in the market on the balance sheet date. Asumsi demikian ini menurut Bhattacharya dikatakan, bahwa “this assumption makes the life of accountants easier, since otherwise, they will have to enquire into the market price of each asset on the balance sheet date.”[49]Oleh karena itu, jika kita memilih atau mengadopsi metode Current Cash Equivalent untuk penilaian asset maka asumsi going concern tidak diperlukan lagi.
Banyak praktik-praktik akuntansi dan pelaporan memerlukan pertimbangan disebabkan kejadian ekonomi mendatang yang tidak pasti.. Konservatisme adalah suatu usaha untuk menjamin bahwa resiko atau tingkat ketidak pastian dalam suatu usaha dipertimbangkan memadai. Dibawah Konservatisme, jika terdapat dua alternatif atau lebih, memiliki kemampuan sama memenuhi objektivitas dari laporan keuangan, alternatif yang memiliki paling sedikit memberi manfaat dampak perolehan laba dan posisi keuangan yang dipilih. Konservatisme tidak memberikan pengaruh atas keberhati-hatian, konsistensi dalam menyatakan harta bersih dan laba yang kekecilan, melainkan sesuatu metode yang digunakan dalam ketidak pastian tentang arus kas dimasa datang
Asumsi concervatism berarti bahwa if there is a possibility of any loss it must be provided for, whereas if there is a doubt about any income, it must not be include in the profit.[50] Kaidah ini adalah sah sepanjang digunakan untuk menjelaskan kondisi historical cost. Sekalilagi, jika kita mengadopsi metode Current Cash Equivalent untuk penilaian asset maka asumsi going concern tidak diperlukan lagi. Maka yang tepat adalah menggunakan nilai pasar, apakah kita akan mengarahkan pada kerugian atau untung. Implikasinya, kita dapat mengatakan bahwa konsep last-in-first-out (LIFO), adalah yang dianjurkan untuk digunakan dalam mengevaluasi persediaan pada kondisi yang paling rendah pada saat terjadi inflasi, atau provisi untuk hutang yang diragukan, mungkin harus diabaikan.[51] Dengan demikian jelas, bahwa jika kita menggunakan metode Current Cash Equivalent untuk penilaian asset maka dua asumsi tersebut tidak akan digunakan.
Metode ini menolak harga pada masa lalu, sebab ia tidak relevan untuk kegiatan (actions) masa yang akan datang. Pada saat yang sama kejadian tersebut tidak dapat diterima sebagai dasar yang valid untuk cash-flows di masa yang akan datang, sebab data-datanya sangat subyektif. Walaupun (instead), metode ini mencoba menentukan current cash equivalent dalam pasar kontemporer. Chambers berpandangan bahwa kemungkinan untuk menentukan nilai pasar untuk jenis-jenis aset. Tetapi, jika tidak mungkin dilakukan, maka aset akan valueless dan tidak akan muncul dalam laporan keuangan. Metode ini memiliki beberapa perbedaan dengan metode-metode yang lain dalam penilaian, yaitu:
- Metode ini melukiskan situasi kehidupan nyata bagi akuntan. Nilai neraca yang ditutup adalah sama dengan neraca yang terjadi saat ini.
- Metode ini meminimkan unsure subyektif dalam penilaian asset.
- Membenarkan konsep teori proprietary dan konsep Islam dalam perhitungan zakat, metode ini menekankan posisi kekayaan yang dinilai daripada penerimaan dan biaya. Metode ini menentukan laba dengan menilai asset dan kewajiban dan tidak hanya me-match-kan penerimaan dengan biaya, yang melibatkan asumsi-asumsi subyektif mengenai alokasi biaya dan rekognisi penerimaan.
- Hal yang sangat penting dari sudut pandang Islam, adalah bahwa metode ini diadopsi sebagai dasar penilaian yang baik untuk menghitung zakat. Kita tidak haus menyiapkan seperangkat [aturan] akuntansi untuk maksud ini.
- Metode ini tidak melepaskan kebutuhan akan akuntansi inflasi, yang menimbulkan bebeapa kontroversi dalam profesi akuntansi. Nilai atas asset yang dinilai adalah berdasarkan pada nilai pasar, yang memasukkan efek inflasi, jika ada.
Akan tetapi metode ini memiliki satu keterbatasan yang serius, yaitu metode ini mengeluarkan asset yang tidak memiliki nilai pasar, asset yang tidak berwujud atau sarana khusus yang non-vendible, walaupun Chambers menyarankan suatu jalan keluar atas kesulitan ini dengan mengajukan beberpa penyesuaian.[48] Kami sedang melakukan penelitian yang diperlukan untuk memperbaiki konsep ini dalam kerangka Islam. Akan tetapi sampai saat ini apa yang disampaikan oleh Chambers adalah yang paling tepat untuk tujuan syari’ah.
0 Response to "ASSUMSI “GOING CONCERN” DAN CONSERVATISM"
Post a Comment